Buddha

Menjadi Seorang Manusia Yang Bijak

Buddha Wacana

Buddha Wacana

Kiccho manussapaṭilābho,
kicchaṃ maccāna jīvitaṃ,
kicchaṃ saddhammassavanaṃ,
kiccho buddhānamuppādo.
Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
sungguh sulit menjalani kehidupan sebagai manusia,
sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Kebenaran,
dan, sungguh sulit munculnya seorang Buddha
(Dhammapada: Buddha Vagga, Syair 182)

Kehidupan manusia di bumi ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu berdasarkan ilmu pengetahuan. Tetapi apakah manusia sudah berevolusi menjadi lebih baik? Ataukah justru berubah menjadi peradaban yang penuh dengan kebencian antar manusia. Karena faktanya kehidupan di dunia ini seperti filosofi Yin-Yang. Banyak sekali perbedaan di antara individu, mulai dari pola berpikir, cara menanggapi ucapan maupun tindakan yang dilakukan. Hal ini merupakan keseimbangan dunia yang tidak akan bisa menjadi 100%, baik semua ataupun sebaliknya. Keharmonisan yang saling melengkapi digambarkan dalam sebuah warna hitam yang memiliki titik putih dan warna putih yang memiliki titik hitam.

Manusia dapat memilih melakukan perbuatan yang dikehendaki entah baik atau buruk. Perbuatan yang dilakukan akan menimbulkan akibat, sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Adakalanya seseorang berbuat baik tetapi dianggap berlawanan oleh orang lain, misalnya kita membagikan video berdana dengan niat agar orang dapat terinspirasi, tetapi orang lain menganggapnya sebagai kegiatan pamer. Sebaliknya, kita berbuat buruk tetapi orang lain menganggapnya sebagai perbuatan baik, misalnya kita berbohong kepada seorang rentenir untuk melindungi saudaranya yang dikejar hutang, kita akan dilihat baik oleh saudara kita yang telah kita lindungi, walaupun sebenarnya perbuatan kita salah.

Saat kita dapat memahami kondisi di dunia ini, diharapkan kita akan lebih bijaksana dalam mengambil sikap. Salah satu ajaran Agama Buddha dikenal dengan Attha Loka Dhamma (8 Kondisi dunia). Delapan keadaan yang dimaksud yaitu (1) Untung, (2) Rugi, (3) Nama Baik, (4) Nama Buruk, (5) Dipuji, (6) Dicela, (7) Bahagia, dan (8) Menderita. Keadaan ini tidak terikat kepada jenis kelamin, suku, agama, etnis, status sosial atau lainnya. Segala kondisi tersebut akan selalu dirasakan saat menjadi manusia, dan tidak ada satupun orang dapat terhindar dari kondisi-kondisi tersebut.

Umat Buddha wajib meyakini adanya hukum-hukum kehidupan seperti Empat Kebenaran Mulia (Cattari Arya Saccani), Hukum Sebab Akibat (Paṭiccasamuppāda), Kelahiran Kembali (Punarbhava), Hukum Perbuatan (Kamma), Hukum Tiga Corak Umum (Tilakkhana), dan Hukum Alam (Niyāma). Keyakinan terhadap hukum-hukum kehidupan tersebut dapat menstimulasi manusia untuk dapat mempraktikkannya, maka niscaya manusia akan menghindari perbuatan yang tidak baik.

Karanīya Mettā Sutta menjelaskan, “inilan yang patut dikerjakan oleh ia yang tangkas dalam hal yang berguna, yang mengantar ke jalan kedamaian; sebagai orang yang cakap, jujur, tulus, mudah dinasihati, lemah lembut, tidak sombong.…” itulah yang seharusnya dilakukan sebagai seorang manusia agar kehidupan menjadi lebih baik dan berkurangnya prasangka buruk dalam pikiran. Perlunya pemahaman yang mendalam tentang arti kalimat perenungan dari Abhinhapaccavekkhana Patha, sehingga seseorang mampu memahami esensi dan nilai yang ada dalam kehidupan ini.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata,
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Aditya Dhammajaya, S.Ag, (Penyuluh Agama Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Utara)


Fotografer: Hilman Fauzi

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua