Opini

Bedug, Gema Takbir, Kemenangan, dan Kebersamaan

Masyarakat menyambut hari raya Idul Fitri tahun 1445 Hijriah

Masyarakat menyambut hari raya Idul Fitri tahun 1445 Hijriah

‘Bedug’ bagi umat Islam digunakan antara lain sebagai penanda waktu salat, awal puasa, dan juga menyambut hari raya, baik Idulfitri atau Iduladha. Bedug di Jawa atau tabuh di Sumatera memang sangat identik dengan masjid atau surau di Nusantara.

Meski saat ini, tabuhan bedug sudah mulai jarang digunakan di daerah perkotaan, namun di berbagai daerah masih digunakan. Kalau kita susuri sepanjang jalan Raya Bogor, Jawa Barat, misalnya, masih banyak masjid dan musalla yang menggunakan bedug. Demikian juga di beberapa daerah lainnya di Nusantara.

Bagi masyarakat Indonesia, memang banyak ragam tradisi dalam menyambut atau merayakan idulfitri. Seperti di Aceh dikenal dengan ‘Meugang’, di Bengkulu disebut ‘Ronjok Sayak’, di Bangka disebut ‘Bedulang’, di Riau disebut ‘Batoro’, di Yogyakarta disebut ‘Grebeg Syawal’, di Banten disebut ‘Ngadongkapkeun’, di Bali disebut ‘Ngejot’, di Lombok disebut ‘Perang Topat’, di Sulawesi Utara disebut ‘Binarundak’ dan di Kalimantan Barat disebut ‘Festival Meriam Karbit’ dan lain sebagainya. Semua tradisi itu sebagian besar tidak lepas dari pukulan suara khas ‘bedug’.

Selasa (9/4/2024) malam, setelah Magrib. pemerintah melalui Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan dan menetapkan 1 Syawal 1445 H/2024 M jatuh pada Rabu, 10 April 2024. Masyarakat Indonesia pun merayakan dan menyambut 1 Syawal 1445 Hijriyah. Umat Islam, baik muda, tua, kecil, besar, dari Sabang-Merauke, semua merasakan datangnya hari raya idul fitri. Semua merasa menang, merasa bahagia, merasakan kebersamaan dan saling memaafkan dari kesalahan yang pernah diperbuat.

Tahun Kebersamaan

Dalam buku HMH Al-Hamidi Al-Husaini, Baitun Nubuwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad Saw (1997;78-79) dijelaskan bahwa sejarah kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah dikenal dengan ‘Amul Jamaah’.

Peristiwa Amul Jamaah atau Tahun Persatuan terjadi pada 25 Rabiul Awwal 41 Hijriah atau sekitar tahun 661 Masehi. Amul Jamaah merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam dan menandai berdirinya Daulah Umayyah di Damaskus.

Melihat dari hal itu, peristiwa Amul Jama’ah sarat makna dengan perdamaian, persaudaraan dan kebersamaan.

Istilah Amul Jamaah ini disebut kembali oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat konferensi pers Sidang Isbat Awal Syawal 1445 H. Menurutnya, 1 Syawal 1445 H bisa menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia untuk meneguhkan kembali kebersamaan menuju Indonesia yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur.

Tiga tahun terakhir, dunia dan khususnya Bangsa Indonesia merasakan segala aktivitas keseharian dibatasi dikarenakan adanya Covid-19. Puasa Ramadhan, dan Hari Raya Idul Fitri terasa hampa karena batasan-batasan sebab musabab adanya virus tersebut.

1 Syawal 1445 Hijriah kali ini begitu terasa sangat berbeda. Semua merasakan bahagia, merayakan kemenangan dengan bersama.

لله أكبر الله أكبر الله أكبر

لاإله إلاّ الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد


Wallahu’alam bisshowab

*Penulis adalah Pranata Humas pada Biro Humas Data dan Informasi, Setjen Kemenag RI


Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua